Makalah
Stuktur Modal Syariah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen
Keuangan Syariah
Dosen Pengampu : Nila
Saadati, LC., M.E.I.
Disusun Oleh:
Anna Rahmawati
Luzman Rifqi
Aris Lukman Saleh
Sinta Novitasari
Ninda Tatarmega
PERBANKAN SYARIAH S1
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
TAHUN 2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Harta merupakan suatu kebutuhan yang
sangat mendasar bagi manusia untuk mencukupi segala kebutuhannya. Banyak hal
yang bisa dilakukan manusia untuk mendapatkan harta mulai dari bekerja,
berdagang, berbisnis dan berinvestasi. Namun yang akan menjadi bahasan kali ini
adalah terkait dengan berbisnis. Dalam berbisnis banyak faktor-faktor yang
dibutuhkan oleh manusia di antaranya adalah modal.
Modal merupakan salah satu dari
faktor-faktor produksi yang sering kita ketahui dalam ilmu ekonomi. Namun dalam
praktiknya, modal dapat dikembangkan menjadi sebuah bisnis yang bisa
mendatangkan keuntungan. Sedangkan dalam pengembangannya tidak semua modal
dikembangkan dengan berlandaskan etika-etika yang benar dan baik. Misalnya yang
sering kita jumpai adalah penanaman modal pada tempat-tempat sarang
kemaksiatan, seperti diskotik, tempat prostitusi dan lain sebagainya. Oleh
karena itu, Islam menberikan sebuah solusi tentang bagaimana menanamkan modal
secara benar dari sudut pandang etika dan tentunya agama Islam.
Dalam konsep sistem ekonomi Islam,
hak milik individu terhadap harta (termasuk kepemilikan atas modal produksi)
pada dasarnya merupakan suatu amanat yang dititipkan Allah kepada hamba-Nya.
Islam memandang masalah ekonomi tidak dari sudut pandang kapitalis yang
memberikan kebebasan yang tak terbatas kepada individu untuk menggalakkan usaha
secara perorangan, dan tidak pula menghapus semua hak individu dan menjadikan
mereka budak ekonomi yang dikendalikan negara seperti yang ditekankan ekonomi
sosialis. Akan tetapi, di bawah sistem ekonomi Islam, kepemilikan individu atas
harta dan pengembangannya tetap memiliki kebebasan dengan dibatasi
ketentuanketentuan yang sesuai aturan-aturan Syari’ah. Oleh karena itu, dalam
makalah ini penulis akan mencoba memaparkan bagaimana peran modal dalam suatu
aktivitas perekonomian dan bagaimana pola-pola pengembangannya sesuai dengan
konsep-konsep yang ditawarkan sistem ekonomi Islam.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
struktur modal kerja berbasis syariah?
2.
Apa
pengertian modal?
3.
Apa saja
alasan pentingnya modal kerja?
4.
Apa saja
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat modal kerja?
5.
Apa saja
komponen struktur modal ?
6.
Bagaimana
pembiayaan modal kerja syariah?
7.
Bagaimana
cara menghitung kebutuhan modal kerja?
1.3 Tujuan
1.
Untuk
mengetahui struktur modal kerja berbasis syariah
2.
Untuk
mengetahui pengertian modal
3.
Untuk
mengetahui alasan pentingnya modal kerja
4.
Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat modal kerja
5.
Untuk
mengetahui komponen-komponen struktur modal
6.
Untuk
mengetahui pembiayaan modak kerja syariah
7.
Untuk
mengetahui cara menghitung kebutuhan modal kerja
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Modal Kerja Berbasis Syariah
Dunia
perusahaan adalah dunia harta. Harta yang diputar untuk mengembangkan usaha
disebut modal. Dunia usaha berputar dalam rangka mengembangkan harta dan
mencari keuntungan, baik secara langsung maupun melalui investasi modal. Semua
kegiatan ini terjadi melalui usaha mengelola modal dan kerja dalam
mengembangkan harta dari waktu kewaktu. Harta tidak boleh diam, namun harus
diputar dalam bentuk investasi. Sebagaimana firman Allah, yang artinya,”…supaya
harta itu jangan beredar diantara orang-orang kaya diantara kamu.”
Ayat
ini mengisyaratkan kepada kita bahwa harta harus diputar atau diupayakan,
sehingga memberi kemanfaatan atau kemaslahatan bagi semua pihak. Dalam konsep
islam pemanfaatan harta dalam suatu usaha yang dilakukan secara bersama minimal
2 orang dikenal dengan syirkah. Didalam syirkah para pihak menyertakan modal untuk
menjalankan suatu usaha tersebut. Tujuannya adalah harta menjadi berputar dan
dapat memberikan keuntungan. Dalam hal modal ini, islam memiliki ketentuan
sebagai berikut:
1.
Modal harus diketahui. Maknanya, jika modal tidak
diketahui jumlahnya, maka hal ini hanyalah spekulatif. Hal ini menjadikan tidak
syahnya transaksi. Modal harus diketahui, karna modal ini akan menjadi rujukan
ketika aliansi usaha di bubarkan. Hal ini tidak mungkin dilakukan tanpa
mengetahui jumlah modal yang disertakan para pihak.
2.
Modal berbentuk Riil. Artinya, modal harus ada pada
saat transaksi. Karena dengan adanya modal itulah, maka aliansi dapat
terlaksana, sehingga eksistensinya dibutuhkan, kalau saat transaksi tidak ada
maka transaksi dianggap batal.
3.
Modal bukan merupakan utang. Hal ini dilakukan untuk
menghindari terjadinya riba. Riba adalah sesuatu yang diharamkan oleh islam.
Dengan demikian, dalam pengembangan harta hendaknya menghindari persoalan riba.
Sebab riba dapat menurunkan potensi investasi.[1]
2.2 PENGERTIAN MODAL
Dalam bahasa
manajemen keuangan, secara umum modal kerja dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.
Modal kerja kotor biasanya mengacu pada aktiva lancar,
yang biasanya meliputi kas, piutang dagang dan persediaan. Modal kerja bersih
biasanya diartikan sebagai aktiva lancar dikurangi utang lancar. Modal kerja
bersih operasional biasanya diartikan sebagai aktiva lancar operasional
dikurangi utang lancar operasional. Biasanya aktiva lancar operasional mencakup
kas, piutang dagang dan persediaan. Sedangkan utang lancar operasional mencakup
utang dagang dan utang akrual (misal utang gaji dan utang pajak.
b.
Kebijakan modal kerja akan tercermin pada rasio-rasio
lancar, khususnya rasio likuiditas. Sama seperti dalam tema keuangan pada
umumnya, kebijakan modal kerja akan melihat trade-off antara resiko dengan return
(tingkat keuntungan). Secara spesifik, modal kerja umumnya mempunyai tingkat
keuntungan yang lebih rendah dibandingkan dengan investasi pada aktiva tetap.
Karena itu modal kerja yang kecil akan lebih menguntungkan perusahaan.
Sebaliknya, modal kerja yang terlalu kecil akan menaikkan resiko perusahaan
(khususnya resiko likuiditas). Dari sudut pandang resiko modal kerja yang lebih
tinggi akan menguntungkan perusahaan., karena resiko menjadi lebih rendah.[2]
Secara
bahasa (arab) modal atau harta disebut al-amal (mufrad tunggal), atau al-amwal
(jamak). Secara harfiah, al-mal (harta) adalah segala sesuatu yang engkau
punya. Adapun dalam istilah syar’i, harta diartikan sebagai segala
sesuatu yang dimanfaatkan dalam perkara yang legal menurut syara’ (hukum islam),
seperti bisnis, pinjaman, konsumsi dan hibah (pemberian).
Pengertian modal dalam konsep
ekonomi Islam berarti semua harta yang bernilai dalam pandangan syar’i,
dimana aktivitas manusia ikut berperan serta dalam usaha produksinya dengan
tujuan pengembangan. Istilah modal tidak harus dibatasi pada harta-harta
ribawi saja, tetapi ia juga meliputi semua jenis harta yang bernilai yang
terakumulasi selama proses aktivitas perusahaan dan pengontrolan perkembangan
pada periode-periode lain. Sebagaimana firman Allah saw :
“Orang-orang
yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan
terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Dalam bahasa
Inggris, modal disebut capital yang mengandung arti barang yang
dihasilkan oleh alam atau buatan manusia, yang diperlukan bukan untuk memenuhi
secara langsung keinginan manusia tetapi untuk membantu memproduksi barang lain
yang nantinya akan dapat memenuhi kebutuhan manusia secara langsung dan
menghasilkan keuntungan.
Modal memiliki
banyak arti yang berhubungan dalam ekonomi, finansial, dan akunting. Dalam
finansial dan akunting, modal biasanya menunjuk kepada kekayaan finansial,
terutama dalam penggunaan awal atau menjaga kelanjutan bisnis. Awalnya,
dianggap bahwa modal lainnya, misal modal fisik, dapat dicapai dengan uang atau
modal finansial. Jadi di bawah kata “modal” berarti cara produksi. Sebagaimana
firman Allah swt :
يْسَ
عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ
خَيْرٍ فَلأنْفُسِكُمْ وَمَا تُنْفِقُونَ إِلا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ وَمَا
تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لا تُظْلَمُونَ
"Bukanlah kewajibanmu
menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi
petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. dan apa saja harta yang
baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu
sendiri. dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari
keridhaan Allah. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu
akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya
(dirugikan).”
Jika dilihat dari sejarahnya, maka
pengertian modal awalnya adalah physical oriented (berbentuk uang dan
barang). Dalam hubungan ini dapat dikemukakan misalnya pengertian modal yang
klasik, “dimana arti dari modal itu sendiri adalah sebagai hasil produksi yang
digunakan untuk memproduksi lebih lanjut”. Dalam perkembangannya ternyata
pengertian modal mulai bersifat non-physical oriented, dimana pengertian
modal tersebut lebih ditekankan pada nilai, daya beli atau kekuasaan memakai
atau menggunakan, yang terkandung dalam barang-barang modal, meskipun dalam hal
ini belum ada kesesuaian pendapat di antara para ahli ekonomi sendiri.[3]
2.3 Alasan Pentingnya Modal Kerja
Karena
adanya ketidaksempurnaan pasar maka perusahaan harus mempunyai modal kerja.
Beberapa kondisi ketidaksempurnaan yang membuat keputusan modal kerja menjadi
penting karena:
1.
Biaya transaksi. Biaya transaksi ini mencakup biaya
eksplisit (misalnya biaya komisi pembelian atau penjualan aset) dan juga biaya
implisit. Contoh biaya implisit adalah harga yang terlalu murah (mahal), jika
perusahan menjual atau membeli suatu aset dengan terburu-buru.
2.
Kelambatan atau ketidaksingkronan aktivitas.
3.
Kemungkinan kebangkrutan atau kesulitan pembayaran.
Contoh-contoh
diatas menunjukkan situasi ketidaksempurnaan pasar mendorong perusahaan
memegang modal kerja. Secara teoritis modal kerja tidak diperlukan, tetapi
secara nyata, modal kerja diperlukan karena ketidaksempurnaan pasar.[4]
Pentingnya modal dalam kehidupan manusia ditunjukkan
dalam al-Qur’an sebagai berikut:
زُيِّنَلِلنَّاسِحُبُّالشَّهَوَاتِمِنَالنِّسَاءوَالْبَنِينَوَالْقَنَاطِيرِالْمُقَنطَرَةِمِنَالذَّهَبِوَالْفِضَّةِوَالْخَيْلِالْمُسَوَّمَةِوَالأَنْعَامِوَالْحَرْثِذَلِكَمَتَاعُ
الْحَيَاةِالدُّنْيَاوَاللّهُعِندَهُ حُسْنُالْمَآبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan
kepada apa apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak
dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah
lading. Itulah kesenanagan hidup di dunia, dan di sisi allahlah tempat kembali yang
baik (surga)”
Kata “mata’un” berarti modal karena disebut emas dan
perak, kuda yang bagus dan ternak (termasuk bentuk modal yang lain). Kata
“zuyyina” menunjukkan kepentingan modal dalam kehidupan manusia.
Rasulullah saw menyatakan pentingnya modal dalam
sabdanya:
"لا
ينبغي أن يحسد من الحالات، وهما :" الناس الذين استخدموا أموالهم على طريقة الحقيقة
وأولئك الذين مارسوا العلم والمعرفة للآخرين ". (رواه ابن عساكر)
“Tidak boleh iri selain kepada dua perkara yaitu:
“orang yang hartanya digunakan untuk jalan kebenaran dan orang yang ilmu dan
pengetahuannya diamalkan kepada orang lain” Dari sini diketahui bahwa mencari
ilmu sama pentingnya dengan mencari harta. Rasulllah saw menyerukan agar
manusia berlomba dalam mencari harta dan ilmu.[5]
2.4 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Modal Kerja
1.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi aktiva lancar.
a.
Karakteristik bisnis
b.
Ukuran perusahaan
c.
Aktivitas perusahaan
d.
Stabilitas penjualan perusahaan
2.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi utang lancar
a.
Faktor eksternal
b.
Faktor internal kebijakan manajemen[6]
2.5 Komponen Struktur Modal
1.
Modal asing
atau modal jangka panjang
Yaitu hutang yang jangka
waktunya pada umumnya lebih dari lima tahun. Hutang jangka panjang ini pada
umumnya digunakan untuk membelanjai perluasan perusahaan
(ekspansi) atau modernisasi dari perusahaan karena kebutuhan modal untuk
keperluan tersebut meliputi jumlah yang besar.
2. Modal Sendiri
Ada
2 (dua) sumber utama dari modal sendiri yaitu:
a. Modal
saham preferen
Saham
preferen memberikan para pemegang sahamnya beberapa hak istimewa yang
menjadikannya lebih senior atau lebih diprioritaskan daripada pemegang saham
biasa. Oleh karena itu, perusahaan tidak memberikan saham preferen dalam jumlah
yang banyak.
b. Modal
saham biasa
Pemilik perusahaan
adalah pemegang saham biasa yang menginvestasikan uangnya dengan harapan
mendapat pengembalian dimasa yang akan datang. Pemegang saham biasa
kadang-kadang disebut pemilik residual sebab mereka hanya menerima sisa setelah
seluruh tuntutan atas pendapatan dan asset telah dipenuhi.[7]
2.6 Pembiayaan Modal Kerja Syariah
umum, yang dimaksud dengan pembiayaan Modal
Kerja Syari’ah adalah pembiayaan jangka pendek yang diberikan kepada perusahaan
untuk membiayai kebutuhan modal kerja usahanya berdasarkan prinsip-prinsip
syari’ah. Jangka waktu pembiayaan modal kerja maksimum 1 tahun. Dan dapat
diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.
Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam melakukan analisa pemberian pembiayaan antara
lain:
a)
Jenis usaha.
Kebutuhan modal kerja masing-masing jenis usaha berbeda-beda.
b)
Skala usaha.
Besarnya kebutuhan modal kerja suatu usaha sangat tergantung kepada usaha yang
dijalankan.
c)
Tingkat
kesulitan usaha yang dijalankan.
d)
Karakter
dalam sektor usaha yang akan dibiayai.
Dalam hal pemberian modal kerja,
bank juga harus mempunyai daya analisis yang kuat tentang sumber pembayaran
kembali, yakni sumber pendapatan proyek yang akan dibiayai. Hal ini dapat
diketahui dengan cara mengklasifikasikan proyek menjadi:
a)
Proyek
dengan kontrak
b)
Proyek tanpa
kontrak
Berdasarkan akad yang digunakan
dalam produk pembiayaan syari’ah, jenis pembiayaan modal kerja (PMK) dapat di
bagi menjadi 5 macam:
a)
PMK
Mudharabah
b)
PMK
Isthisna’
c)
PMK Salam
d)
PMK
Murabahah
e)
PMK Ijarah
Dalam melakukan penetapan akad
pembiayaan modal kerja syari’ah, analisis yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
a)
Hal pertama
dan utama yang harus dilihat bank adalah jenis proyek yang akan dibiayai
tersebut apakah memiliki kontrak atau belum.
b)
Jika proyek
tersebut memiliki kontrak, aktor berikutnya yang harus dicermati adalah apakah
proyek tersebut untuk pembiayaan konstruksi atau pengadaan barang. Jika untuk
pembiayaan konstruksi, pembiayaan yang layak diberikan adalah pembiayaan
isthisna’. Namun jika bukan untuk pembiayaan konstruksi, melainkan pembiayaan
pengadaan barang, maka pembiayan yang patut untuk diberikan adalah pembiayan
mudharabah.
c)
Jika proyek
tersebut bukan untuk pembiayaan konstruksi ataupun pengadaan barang, maka bank
tidak layak untuk memberikan pembiayaan.
Dalam hal proyek tersebut tidak
memiliki kontrak maka faktor selanjutnya yang harus dilihat oleh bank adalah
apakah proyek tersebut untuk pembelian barang atau penyewaan barang:
a) Jika untuk
pembelian barang, hal berikutnya yang harus dilihat adalah apakah barang
tersebut berupa ready stock atau goods in process. Jika ready
stock, pembiayaan yang dapat diberikan adalah pembiayaan murabahah. Namun
jika goods in process, yang harus dilihat lagi adalah apakah proses
barang tersebut memerlikan waktu kurang dari 6 bulan atau lebih. Jika kurang
dari 6 bulan, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan salam. Namun, jika
lebih dari 6 bulan, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan isthisna’.
b) Jika untuk
penyewaan barang, maka pembiayaan yanh diberikan bank adalah pembiayaan ijarah.[8]
2.7 Menghitung Kebutuhan Modal Kerja
a.
Menghitung
modal kerja dengan metode perputaran aset
Metode ini mengasumsikan perputaran
aset yang konstan. Misalkan suatu perusahaan mempunyai neraca dan laporan laba
rugi sebagai berikut:
P.T. Abadi Sentosa
Neraca
Per 31 Desember 2006
( dalam ribuan rupiah )
Kas
Rp 461.538
Piutang
Dagang Rp
1.900.000
Persediaan Rp 2.361.538
Total Aktiva
Lancar Rp 4.661.538
Aktiva Tetap Rp 10.463.462
Total Aktiva Rp 15.125.000
|
Utang Dagang Rp 1.500.000
Utang Bank Rp 312.500
Utang Wesel Rp 568.269
Total
UtangLancar Rp 2.380.769
Utang jangka
Panjang Rp 4.500.000
Modal Saham Rp 4.750.000
Laba ditahan Rp 3.494.231
Total Utang +
Modal Rp 15.125.000
|
P.T. Abadi Sentosa
Laporan Rugi Laba
Per 31 Desember 2006
( dalam ribuan rupiah )
Penjualan Rp
60.000.000
Harga Pokok
Penjualan
(Rp 41.400.000)
Laba Kotor
Rp 18.600.000
Biaya Administrasi
dan Umum
(Rp 6.250.000)
Laba Sebelum Bunga
dan Pajak ( EBIT ) Rp
12.350.000
Bunga
(Rp 3.750.000)
Laba sebelum
Pajak ( EBT )
Rp 8.600.000
Pajak penghasilan
30 %
(Rp 2.580.000)
Laba Bersih
Setelah Pajak
Rp 6.020.000
|
PT. Abadi Sentosa pada
tahun 2007 merencanakan menjual produknya senilai Rp. 75.000.000.000.
Perusahaan bekerja sebulan rata-rata 30 (tiga puluh hari). Berapa besar
kebutuhan modal kerja PT. Abadi tahun 2007?
Jawaban Contoh Soal 1 :
Perputaran Kas =
=
= 130
kali
Perputaran Piutang =
=
= 31 kali
Perputaran Persediaan =
=
= 18 kali
Setelah perputaran dari
setiap unsur modal kerja di ketahui, selanjutnya di hitung periode terikatnya
unsur modal kerja, dan hasilnya dijumlahkan menjadi periode terikatnya modal
kerja (diasumsikan 1 tahun = 360 hari).
Periode terikatnya modal
kerja adalah sebagai berikut:
Kas = 360 : 130 = 3 hari
Piutang = 360 : 31 = 12 hari
Persediaan = 360 : 18 = 20 hari
Jumlah………………………… 35 hari.
Dengan demikian periode
terikatnya modal kerja secara keseluruhan adalah 35 hari, sehingga perputaran
unsur modal kerja adalah 360 : 35 x 1 hari = 10 kali.
Apabila pada tahun 2007
perusahaan diperkirakan akan mampu menjual produknya seharga
Rp. 75.000.000.000 maka
kebutuhan modal kerjanya:
=
= Rp 7.500.000.000.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara bahasa (arab) modal atau harta disebut al-amal
(mufrad tunggal), atau al-amwal (jamak). Secara harfiah, al-mal (harta)
adalah segala sesuatu yang engkau punya. Adapun dalam istilah syar’i,
harta diartikan sebagai segala sesuatu yang dimanfaatkan dalam perkara yang
legal menurut syara’ (hukum islam), seperti bisnis, pinjaman, konsumsi dan
hibah (pemberian).
Ekonomi Islam dalam konsep pengembangan modal
memberikan ketentuan-ketentuan yang jelas dan terarah, antara lain konsep
pengembangan modal yang ditawarkan adalah dengan menyerahkannya pada tiap
individu sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Dengan catatan segala bentuk
pengembangan yang akan dilakukan, harus memenuhi ketentuan-ketentuan syari’ah
yang ada sebagaimana yang diatur dalam Syari’ah Mu’amalah.
Dengan demikian, dengan adanya pengembangan modal
usaha yang dilakukan sesuai dengan sistem ekonomi Islam, diharapkan akan
tercipta kondisi perekonomian masyarakat yang kondusif bagi pengembangan
produksi. Kepemilikan atas faktor-faktor produksi dalam jumlah besar (khususnya
modal) dapat dibatasi dan terkontrol dengan baik untuk menghindari tindakan
sewenang-wenang pemilik modal terhadap mereka yang sangat butuh terhadap faktor
produksi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad. 2014. Manajemen Keuangan Syariah, Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
http://makalahbambangriyadi.blogspot.co.id/2015/04/manajemen-keuangan.html
diakses pada Rabu, 21 September,
pukul 12.45 wib
http://Jurnal-sdm.blogspot.com/2009/07/teori-struktur-modal-pengertian-dan.html.
Diakses pada Senin, 05 September 2016, pukul 10.47 wib.
[1]
Muhammad. 2014. Manajemen Keuangan Syariah, Yogyakarta:
UPP STIM YKPN. Hlm 335-336
[2]
Ibid. Hlm 337
[3]
http://makalahbambangriyadi.blogspot.co.id/2015/04/manajemen-keuangan.html
diakses pada Rabu, 21 September, pukul 12.45 wib
[4]
Ibid. Hlm 337-338
[5]
http://makalahbambangriyadi.blogspot.co.id/2015/04/manajemen-keuangan.html
diakses pada Rabu, 21 September, pukul 12.50 wib
[6]
Ibid. Hlm 339-340
[7]
http://Jurnal-sdm.blogspot.com/2009/07/teori-struktur-modal-pengertian-dan.html.
Diakses pada Senin, 05 September 2016, pukul 10.47 wib.
[8] Ibid. Hlm 352-353