Senin, 19 Desember 2016

Struktur Modal Syariah



Makalah
Stuktur Modal Syariah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Keuangan Syariah
Dosen Pengampu : Nila Saadati, LC., M.E.I.


 










Disusun Oleh:
Anna Rahmawati
Luzman Rifqi
Aris Lukman Saleh
Sinta Novitasari
Ninda Tatarmega

PERBANKAN SYARIAH S1
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
TAHUN 2016



BAB I

PENDAHULUAN

1.1            Latar Belakang

Harta merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendasar bagi manusia untuk mencukupi segala kebutuhannya. Banyak hal yang bisa dilakukan manusia untuk mendapatkan harta mulai dari bekerja, berdagang, berbisnis dan berinvestasi. Namun yang akan menjadi bahasan kali ini adalah terkait dengan berbisnis. Dalam berbisnis banyak faktor-faktor yang dibutuhkan oleh manusia di antaranya adalah modal.
Modal merupakan salah satu dari faktor-faktor produksi yang sering kita ketahui dalam ilmu ekonomi. Namun dalam praktiknya, modal dapat dikembangkan menjadi sebuah bisnis yang bisa mendatangkan keuntungan. Sedangkan dalam pengembangannya tidak semua modal dikembangkan dengan berlandaskan etika-etika yang benar dan baik. Misalnya yang sering kita jumpai adalah penanaman modal pada tempat-tempat sarang kemaksiatan, seperti diskotik, tempat prostitusi dan lain sebagainya. Oleh karena itu, Islam menberikan sebuah solusi tentang bagaimana menanamkan modal secara benar dari sudut pandang etika dan tentunya agama Islam.
Dalam konsep sistem ekonomi Islam, hak milik individu terhadap harta (termasuk kepemilikan atas modal produksi) pada dasarnya merupakan suatu amanat yang dititipkan Allah kepada hamba-Nya. Islam memandang masalah ekonomi tidak dari sudut pandang kapitalis yang memberikan kebebasan yang tak terbatas kepada individu untuk menggalakkan usaha secara perorangan, dan tidak pula menghapus semua hak individu dan menjadikan mereka budak ekonomi yang dikendalikan negara seperti yang ditekankan ekonomi sosialis. Akan tetapi, di bawah sistem ekonomi Islam, kepemilikan individu atas harta dan pengembangannya tetap memiliki kebebasan dengan dibatasi ketentuanketentuan yang sesuai aturan-aturan Syari’ah. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan mencoba memaparkan bagaimana peran modal dalam suatu aktivitas perekonomian dan bagaimana pola-pola pengembangannya sesuai dengan konsep-konsep yang ditawarkan sistem ekonomi Islam.

1.2            Rumusan Masalah

1.       Bagaimana struktur modal kerja berbasis syariah?
2.       Apa pengertian modal?
3.       Apa saja alasan pentingnya modal kerja?
4.       Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat modal kerja?
5.       Apa saja komponen struktur modal ?
6.       Bagaimana pembiayaan modal kerja syariah?
7.       Bagaimana cara menghitung kebutuhan modal kerja?

1.3            Tujuan

1.       Untuk mengetahui struktur modal kerja berbasis syariah
2.       Untuk mengetahui pengertian modal
3.       Untuk mengetahui alasan pentingnya modal kerja
4.       Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat modal kerja
5.       Untuk mengetahui komponen-komponen struktur modal
6.       Untuk mengetahui pembiayaan modak kerja syariah
7.       Untuk mengetahui cara menghitung kebutuhan modal kerja















BAB II

PEMBAHASAN


2.1      Modal Kerja Berbasis Syariah

Dunia perusahaan adalah dunia harta. Harta yang diputar untuk mengembangkan usaha disebut modal. Dunia usaha berputar dalam rangka mengembangkan harta dan mencari keuntungan, baik secara langsung maupun melalui investasi modal. Semua kegiatan ini terjadi melalui usaha mengelola modal dan kerja dalam mengembangkan harta dari waktu kewaktu. Harta tidak boleh diam, namun harus diputar dalam bentuk investasi. Sebagaimana firman Allah, yang artinya,”…supaya harta itu jangan beredar diantara orang-orang kaya diantara kamu.”
            Ayat ini mengisyaratkan kepada kita bahwa harta harus diputar atau diupayakan, sehingga memberi kemanfaatan atau kemaslahatan bagi semua pihak. Dalam konsep islam pemanfaatan harta dalam suatu usaha yang dilakukan secara bersama minimal 2 orang dikenal dengan syirkah. Didalam syirkah para pihak menyertakan modal untuk menjalankan suatu usaha tersebut. Tujuannya adalah harta menjadi berputar dan dapat memberikan keuntungan. Dalam hal modal ini, islam memiliki ketentuan sebagai berikut:
1.      Modal harus diketahui. Maknanya, jika modal tidak diketahui jumlahnya, maka hal ini hanyalah spekulatif. Hal ini menjadikan tidak syahnya transaksi. Modal harus diketahui, karna modal ini akan menjadi rujukan ketika aliansi usaha di bubarkan. Hal ini tidak mungkin dilakukan tanpa mengetahui jumlah modal yang disertakan para pihak.
2.      Modal berbentuk Riil. Artinya, modal harus ada pada saat transaksi. Karena dengan adanya modal itulah, maka aliansi dapat terlaksana, sehingga eksistensinya dibutuhkan, kalau saat transaksi tidak ada maka transaksi dianggap batal.
3.      Modal bukan merupakan utang. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya riba. Riba adalah sesuatu yang diharamkan oleh islam. Dengan demikian, dalam pengembangan harta hendaknya menghindari persoalan riba. Sebab riba dapat menurunkan potensi investasi.[1]
                                                                                                                                                                                                                                       

2.2      PENGERTIAN MODAL

Dalam bahasa manajemen keuangan, secara umum modal kerja dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.       Modal kerja kotor biasanya mengacu pada aktiva lancar, yang biasanya meliputi kas, piutang dagang dan persediaan. Modal kerja bersih biasanya diartikan sebagai aktiva lancar dikurangi utang lancar. Modal kerja bersih operasional biasanya diartikan sebagai aktiva lancar operasional dikurangi utang lancar operasional. Biasanya aktiva lancar operasional mencakup kas, piutang dagang dan persediaan. Sedangkan utang lancar operasional mencakup utang dagang dan utang akrual (misal utang gaji dan utang pajak.
b.        Kebijakan modal kerja akan tercermin pada rasio-rasio lancar, khususnya rasio likuiditas. Sama seperti dalam tema keuangan pada umumnya, kebijakan modal kerja akan melihat trade-off antara resiko dengan return (tingkat keuntungan). Secara spesifik, modal kerja umumnya mempunyai tingkat keuntungan yang lebih rendah dibandingkan dengan investasi pada aktiva tetap. Karena itu modal kerja yang kecil akan lebih menguntungkan perusahaan. Sebaliknya, modal kerja yang terlalu kecil akan menaikkan resiko perusahaan (khususnya resiko likuiditas). Dari sudut pandang resiko modal kerja yang lebih tinggi akan menguntungkan perusahaan., karena resiko menjadi lebih rendah.[2]

Secara bahasa (arab) modal atau harta disebut al-amal (mufrad tunggal), atau al-amwal (jamak). Secara harfiah, al-mal (harta) adalah segala sesuatu yang engkau punya. Adapun dalam istilah syar’i, harta diartikan sebagai segala sesuatu yang dimanfaatkan dalam perkara yang legal menurut syara’ (hukum islam), seperti bisnis, pinjaman, konsumsi dan hibah (pemberian).
Pengertian modal dalam konsep ekonomi Islam berarti semua harta yang bernilai dalam pandangan syar’i, dimana aktivitas manusia ikut berperan serta dalam usaha produksinya dengan tujuan pengembangan. Istilah modal tidak harus dibatasi pada harta-harta ribawi saja, tetapi ia juga meliputi semua jenis harta yang bernilai yang terakumulasi selama proses aktivitas perusahaan dan pengontrolan perkembangan pada periode-periode lain. Sebagaimana firman Allah saw :

“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Dalam bahasa Inggris, modal disebut capital yang mengandung arti barang yang dihasilkan oleh alam atau buatan manusia, yang diperlukan bukan untuk memenuhi secara langsung keinginan manusia tetapi untuk membantu memproduksi barang lain yang nantinya akan dapat memenuhi kebutuhan manusia secara langsung dan menghasilkan keuntungan.
 Modal memiliki banyak arti yang berhubungan dalam ekonomi, finansial, dan akunting. Dalam finansial dan akunting, modal biasanya menunjuk kepada kekayaan finansial, terutama dalam penggunaan awal atau menjaga kelanjutan bisnis. Awalnya, dianggap bahwa modal lainnya, misal modal fisik, dapat dicapai dengan uang atau modal finansial. Jadi di bawah kata “modal” berarti cara produksi. Sebagaimana firman Allah swt :

يْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَلأنْفُسِكُمْ وَمَا تُنْفِقُونَ إِلا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لا تُظْلَمُونَ

"Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan).”

Jika dilihat dari sejarahnya, maka pengertian modal awalnya adalah physical oriented (berbentuk uang dan barang). Dalam hubungan ini dapat dikemukakan misalnya pengertian modal yang klasik, “dimana arti dari modal itu sendiri adalah sebagai hasil produksi yang digunakan untuk memproduksi lebih lanjut”. Dalam perkembangannya ternyata pengertian modal mulai bersifat non-physical oriented, dimana pengertian modal tersebut lebih ditekankan pada nilai, daya beli atau kekuasaan memakai atau menggunakan, yang terkandung dalam barang-barang modal, meskipun dalam hal ini belum ada kesesuaian pendapat di antara para ahli ekonomi sendiri.[3]

2.3      Alasan Pentingnya Modal Kerja

Karena adanya ketidaksempurnaan pasar maka perusahaan harus mempunyai modal kerja. Beberapa kondisi ketidaksempurnaan yang membuat keputusan modal kerja menjadi penting karena:
1.      Biaya transaksi. Biaya transaksi ini mencakup biaya eksplisit (misalnya biaya komisi pembelian atau penjualan aset) dan juga biaya implisit. Contoh biaya implisit adalah harga yang terlalu murah (mahal), jika perusahan menjual atau membeli suatu aset dengan terburu-buru.
2.      Kelambatan atau ketidaksingkronan aktivitas.
3.      Kemungkinan kebangkrutan atau kesulitan pembayaran.
Contoh-contoh diatas menunjukkan situasi ketidaksempurnaan pasar mendorong perusahaan memegang modal kerja. Secara teoritis modal kerja tidak diperlukan, tetapi secara nyata, modal kerja diperlukan karena ketidaksempurnaan pasar.[4]

Pentingnya modal dalam kehidupan manusia ditunjukkan dalam al-Qur’an sebagai berikut:
زُيِّنَلِلنَّاسِحُبُّالشَّهَوَاتِمِنَالنِّسَاءوَالْبَنِينَوَالْقَنَاطِيرِالْمُقَنطَرَةِمِنَالذَّهَبِوَالْفِضَّةِوَالْخَيْلِالْمُسَوَّمَةِوَالأَنْعَامِوَالْحَرْثِذَلِكَمَتَاعُ الْحَيَاةِالدُّنْيَاوَاللّهُعِندَهُ حُسْنُالْمَآبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah lading. Itulah kesenanagan hidup di dunia, dan di sisi allahlah tempat kembali yang baik (surga)”
Kata “mata’un” berarti modal karena disebut emas dan perak, kuda yang bagus dan ternak (termasuk bentuk modal yang lain). Kata “zuyyina” menunjukkan kepentingan modal dalam kehidupan manusia.
Rasulullah saw menyatakan pentingnya modal dalam sabdanya:
"لا ينبغي أن يحسد من الحالات، وهما :" الناس الذين استخدموا أموالهم على طريقة الحقيقة وأولئك الذين مارسوا العلم والمعرفة للآخرين ". (رواه ابن عساكر)
“Tidak boleh iri selain kepada dua perkara yaitu: “orang yang hartanya digunakan untuk jalan kebenaran dan orang yang ilmu dan pengetahuannya diamalkan kepada orang lain” Dari sini diketahui bahwa mencari ilmu sama pentingnya dengan mencari harta. Rasulllah saw menyerukan agar manusia berlomba dalam mencari harta dan ilmu.[5]



                                    

2.4      Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Modal Kerja

1.      Faktor-faktor yang mempengaruhi aktiva lancar.
a.         Karakteristik bisnis
b.        Ukuran perusahaan
c.         Aktivitas perusahaan
d.        Stabilitas penjualan perusahaan
2.      Faktor-faktor yang mempengaruhi utang lancar
a.       Faktor eksternal
b.      Faktor internal kebijakan manajemen[6]

2.5      Komponen Struktur Modal

1.    Modal asing atau modal jangka panjang
Yaitu hutang yang jangka waktunya pada umumnya lebih dari lima tahun. Hutang jangka panjang ini pada umumnya digunakan untuk membelanjai perluasan perusahaan (ekspansi) atau modernisasi dari perusahaan karena kebutuhan modal untuk keperluan tersebut meliputi jumlah yang besar.
2. Modal Sendiri
Ada 2 (dua) sumber utama dari modal sendiri yaitu:
a.       Modal saham preferen
Saham preferen memberikan para pemegang sahamnya beberapa hak istimewa yang menjadikannya lebih senior atau lebih diprioritaskan daripada pemegang saham biasa. Oleh karena itu, perusahaan tidak memberikan saham preferen dalam jumlah yang banyak.
b.      Modal saham biasa
Pemilik perusahaan adalah pemegang saham biasa yang menginvestasikan uangnya dengan harapan mendapat pengembalian dimasa yang akan datang. Pemegang saham biasa kadang-kadang disebut pemilik residual sebab mereka hanya menerima sisa setelah seluruh tuntutan atas pendapatan dan asset telah dipenuhi.[7]

2.6      Pembiayaan Modal Kerja Syariah

 umum, yang dimaksud dengan pembiayaan Modal Kerja Syari’ah adalah pembiayaan jangka pendek yang diberikan kepada perusahaan untuk membiayai kebutuhan modal kerja usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah. Jangka waktu pembiayaan modal kerja maksimum 1 tahun. Dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.
            Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan analisa pemberian pembiayaan antara lain:
a)      Jenis usaha. Kebutuhan modal kerja masing-masing jenis usaha berbeda-beda.
b)      Skala usaha. Besarnya kebutuhan modal kerja suatu usaha sangat tergantung kepada usaha yang dijalankan.
c)      Tingkat kesulitan usaha yang dijalankan.
d)     Karakter dalam sektor usaha yang akan dibiayai.
Dalam hal pemberian modal kerja, bank juga harus mempunyai daya analisis yang kuat tentang sumber pembayaran kembali, yakni sumber pendapatan proyek yang akan dibiayai. Hal ini dapat diketahui dengan cara mengklasifikasikan proyek menjadi:
a)      Proyek dengan kontrak
b)      Proyek tanpa kontrak
Berdasarkan akad yang digunakan dalam produk pembiayaan syari’ah, jenis pembiayaan modal kerja (PMK) dapat di bagi menjadi 5 macam:
a)      PMK Mudharabah
b)      PMK Isthisna’
c)      PMK Salam
d)     PMK Murabahah
e)      PMK Ijarah
Dalam melakukan penetapan akad pembiayaan modal kerja syari’ah, analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a)      Hal pertama dan utama yang harus dilihat bank adalah jenis proyek yang akan dibiayai tersebut apakah memiliki kontrak atau belum.
b)      Jika proyek tersebut memiliki kontrak, aktor berikutnya yang harus dicermati adalah apakah proyek tersebut untuk pembiayaan konstruksi atau pengadaan barang. Jika untuk pembiayaan konstruksi, pembiayaan yang layak diberikan adalah pembiayaan isthisna’. Namun jika bukan untuk pembiayaan konstruksi, melainkan pembiayaan pengadaan barang, maka pembiayan yang patut untuk diberikan adalah pembiayan mudharabah.
c)      Jika proyek tersebut bukan untuk pembiayaan konstruksi ataupun pengadaan barang, maka bank tidak layak untuk memberikan pembiayaan.
Dalam hal proyek tersebut tidak memiliki kontrak maka faktor selanjutnya yang harus dilihat oleh bank adalah apakah proyek tersebut untuk pembelian barang atau penyewaan barang:
a)      Jika untuk pembelian barang, hal berikutnya yang harus dilihat adalah apakah barang tersebut berupa ready stock atau goods in process. Jika ready stock, pembiayaan yang dapat diberikan adalah pembiayaan murabahah. Namun jika goods in process, yang harus dilihat lagi adalah apakah proses barang tersebut memerlikan waktu kurang dari 6 bulan atau lebih. Jika kurang dari 6 bulan, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan salam. Namun, jika lebih dari 6 bulan, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan isthisna’.
b)      Jika untuk penyewaan barang, maka pembiayaan yanh diberikan bank adalah pembiayaan ijarah.[8]

2.7      Menghitung Kebutuhan Modal Kerja

a.     Menghitung modal kerja dengan metode perputaran aset
Metode ini mengasumsikan perputaran aset yang konstan. Misalkan suatu perusahaan mempunyai neraca dan laporan laba rugi sebagai berikut:

P.T. Abadi Sentosa
Neraca
Per 31 Desember 2006
( dalam ribuan rupiah )
Kas                                               Rp     461.538
Piutang Dagang                         Rp  1.900.000
Persediaan                                  Rp  2.361.538
Total Aktiva Lancar                   Rp  4.661.538

Aktiva Tetap                               Rp 10.463.462


Total Aktiva       Rp 15.125.000
Utang Dagang                           Rp     1.500.000
Utang Bank                                Rp        312.500
Utang Wesel                              Rp        568.269
Total UtangLancar                    Rp    2.380.769

Utang jangka Panjang               Rp   4.500.000
Modal Saham                              Rp   4.750.000
Laba ditahan                                Rp   3.494.231
Total Utang + Modal    Rp 15.125.000

 
P.T. Abadi Sentosa
Laporan Rugi Laba
Per 31 Desember 2006
( dalam ribuan rupiah )
Penjualan                                                                                      Rp  60.000.000
Harga Pokok Penjualan                                                               (Rp 41.400.000)
Laba Kotor                                                                                    Rp  18.600.000
Biaya Administrasi dan Umum                                                   (Rp   6.250.000)
Laba Sebelum Bunga dan Pajak ( EBIT )                                     Rp  12.350.000
Bunga                                                                                           (Rp  3.750.000)
Laba sebelum Pajak  ( EBT )                                                        Rp   8.600.000
Pajak penghasilan 30 %                                                               (Rp  2.580.000)
Laba Bersih Setelah Pajak                                                             Rp   6.020.000


PT. Abadi Sentosa pada tahun 2007 merencanakan menjual produknya senilai Rp. 75.000.000.000. Perusahaan bekerja sebulan rata-rata 30 (tiga puluh hari). Berapa besar kebutuhan modal kerja PT. Abadi tahun 2007?

Jawaban Contoh Soal 1 :
Perputaran Kas =   =  =  130 kali
Perputaran Piutang =  =    =  31 kali
Perputaran Persediaan =   =    =  18 kali
                                                
Setelah perputaran dari setiap unsur modal kerja di ketahui, selanjutnya di hitung periode terikatnya unsur modal kerja, dan hasilnya dijumlahkan menjadi periode terikatnya modal kerja (diasumsikan 1 tahun = 360 hari).
Periode terikatnya modal kerja adalah sebagai berikut:
Kas                   = 360 : 130      =   3 hari
Piutang             = 360 : 31        = 12 hari
Persediaan       = 360 : 18         = 20 hari
Jumlah………………………… 35 hari.

Dengan demikian periode terikatnya modal kerja secara keseluruhan adalah 35 hari, sehingga perputaran unsur modal kerja adalah 360 : 35 x 1 hari = 10 kali.
Apabila pada tahun 2007 perusahaan diperkirakan akan mampu menjual produknya seharga
Rp. 75.000.000.000 maka kebutuhan modal kerjanya:
=  
=  Rp 7.500.000.000.


           


















BAB III

PENUTUP

3.1      Kesimpulan

Secara bahasa (arab) modal atau harta disebut al-amal (mufrad tunggal), atau al-amwal (jamak). Secara harfiah, al-mal (harta) adalah segala sesuatu yang engkau punya. Adapun dalam istilah syar’i, harta diartikan sebagai segala sesuatu yang dimanfaatkan dalam perkara yang legal menurut syara’ (hukum islam), seperti bisnis, pinjaman, konsumsi dan hibah (pemberian).
Ekonomi Islam dalam konsep pengembangan modal memberikan ketentuan-ketentuan yang jelas dan terarah, antara lain konsep pengembangan modal yang ditawarkan adalah dengan menyerahkannya pada tiap individu sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Dengan catatan segala bentuk pengembangan yang akan dilakukan, harus memenuhi ketentuan-ketentuan syari’ah yang ada sebagaimana yang diatur dalam Syari’ah Mu’amalah.

Dengan demikian, dengan adanya pengembangan modal usaha yang dilakukan sesuai dengan sistem ekonomi Islam, diharapkan akan tercipta kondisi perekonomian masyarakat yang kondusif bagi pengembangan produksi. Kepemilikan atas faktor-faktor produksi dalam jumlah besar (khususnya modal) dapat dibatasi dan terkontrol dengan baik untuk menghindari tindakan sewenang-wenang pemilik modal terhadap mereka yang sangat butuh terhadap faktor produksi tersebut.

                                                                          





DAFTAR PUSTAKA
Muhammad. 2014. Manajemen Keuangan Syariah, Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
http://makalahbambangriyadi.blogspot.co.id/2015/04/manajemen-keuangan.html       diakses pada Rabu, 21 September, pukul 12.45 wib
http://Jurnal-sdm.blogspot.com/2009/07/teori-struktur-modal-pengertian-dan.html. Diakses pada Senin, 05 September 2016, pukul 10.47 wib.





















[1] Muhammad. 2014. Manajemen Keuangan Syariah, Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Hlm 335-336
[2] Ibid. Hlm 337
[4] Ibid. Hlm 337-338

[6] Ibid. Hlm 339-340                                                                                       
[7] http://Jurnal-sdm.blogspot.com/2009/07/teori-struktur-modal-pengertian-dan.html. Diakses pada Senin, 05 September 2016, pukul 10.47 wib.

[8]  Ibid. Hlm 352-353